Rabu, 23 April 2014

KEWIRAUSAHAAN ISLAMI



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Berwirausaha Syariah
Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang. Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran keseimbangan, dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya. Nilai-nilai di atas telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai Manajer profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-nilai tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya.
1.   Tauhid
Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut, hanya berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. (Fushshilat: 53)
Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya: Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.". (Yusuf: 40)
Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan agama dari kehidupan manusia menjadi suatu kebulatan yang homogen dan konsisten. Tauhid rububiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini adalah memiliki dan dikuasai oleh Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan darinya dalam menjalankan kehidupan. Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik Allah swt. Pelaku ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola (istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw. Dalam meninggalkan praktik riba (usury-interest), transaksi fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi (Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini.
2. Keseimbangan (Adil)
Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Al Mulk: 3-4), Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al-Qamar : 49).
Keseimbangan atau keharmonisan sosial, tak bersifat statis dalam pengertian suatu dalih untuk status quo, melainkan suatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama. Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip “akad yang saling setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah (100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem “Profit and lost sharing system”.
3. Kehendak Bebas
Salah satu kontribusi Islam yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia ‘bebas’. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan manusia juga diberikan oleh Tuhan.
Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan ekspansi seluas sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.
Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw, termasuk skema kerja sama bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar praktek ribawi yang dianut masyarakat masa itu. Model-model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyrakah, murabahah, ‘ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-lain.
4. Pertanggungjawaban
Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS AI-Muddatstsir:3)
Karena keuniver­salan sifat al-'adl, maka setiap individu harus mempertanggung­jawabkan tindakannya. Tak seorang pun dapat lolos dari konse­kuensi perbuatan jahatnya hanya dengan mencari kambing hitam. Manusia kan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya.Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tak akan memikul dosa orang lain... (QS Al-An'am :164).
Bukan itu saja, manusia juga dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang berlangsung di sekitarnya. Karena itu, manu­sia telah diperingatkan lebih dahulu. Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antaramu... (QS Al-Anfal :25).
Wujud dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping itu, beliau pun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, ia melarang diperjualbelikannya produk-produk tertentu (yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan).
Etika bisnis seseorang harus mencontoh ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa seorang muslim harus mempunyai tauhid yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah swt. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan harus mematuhi semua aturan yang telah ditentukan olehnya. Seorang muslim harus adil dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang muslim yaitu melakukan apa saja dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak melanggar yang telah ditentukan oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga kehalalan barang atau jasa dalam aktivitas bisnis. Seorang muslim harus tanggungjawab yaitu bertanggungjawab dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung jawab atas kebebasan dalam bisnis.
B.    Konsep Sukses Rasulullah SAW
1.   Konsep Ihrish ‘Ala Ma Yanfa’uka
Konsep ini memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk tekun dalam menjalankan aktivitas apapun, tekun merupakan kunci kesuksesan dalamberbagai aktivitas yang ada didunia. Tekun dalam berbisnis merupakan pembuka pintu-pintu kesuksesan, tentu ketekunan tidak akan diraih oleh seseorang kecuali terkumpul dalam diri seseorang kesabaran dan kekuatan. Kesabaran merupakan roda motorik dalam menjawab berbagai rintangan dan cobaan serta duri-duri berbisnis tetap mengharap pahala allah dan pertolonganNya. Adapun kekuatan selalu memunculkan semangat berusaha, berfikir dan bertindak untuk menjalani usaha meski dalam perjalanannya mengalami fruktuatif, berbaik sangka terhadap keputusan Allah baik dimasa sukses ataupun gagal agar tetap termotivasi untuk berharap karunia Allah.
2.     Konsep Wasta’in Billah
Memohon kapada Allah atas pertolongan dan inayahNya merupakan sebab-sebab datangnya kemudahan dan kesuksesan, konsep ini meniadakan kesombongan seorang pengusaha atas kepiawayan dan keahliannya dalam bidang usaha.

Dalam konsep ini Rosulullah melarang umatnya bersikap lemah yang hanya menimbulkan kesungkanan dan kemalasan. Rosulullah pun menafsirkan arti ta’jizu dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh ahmad dan tirmidziy dan dishahihkan oleh alhakim yaitu orang yang lemah (al ajizu) adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan banyak angan-angan.








BAB III
PENUTUP
A.              Kesimpulan
Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlaq masyarakatnya baik. Antara akhlaq dan ekonomi memiliki kererkaitan yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlaq yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah SAW tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak semata. Melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap, maupun dalam tingkah laku.
Agama islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, yaitu: Aqidah atau Iman, Syariah dan Akhlak. Sistem ekonomi syariah mempunyai paradigma bahwa, segala sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus didasarkan pada Al Qur’an dan Hadist atau syariah Islam. Dalam kegiatan ekonomi, dasar yang digunakan adalah bahwa, sebagai umat Muslim setiap orang mempunyai kewajiban untuk melakukan semua aktivitas sesuai dengan ajaran Islam. Filosofi yang diterapkan yaitu bahwa, semua manusia adalah makhluk Allah, karenanya harus selalu mengabdi kepada-Nya. Semua aktivitas yang dilakukan termasuk aktivitas ekonomi merupakan ibadah kepada Allah.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali melandasi hukum-hukumnya. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat merujuk pada kitab Injil (Bible), dan etika ekonomi Yahudi banyak merujuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang dimuat dalam Al-Qur’an. Namun jika etika agama Kristen-Protestan telah melahirkan semangat (spirit) kapitalisme, maka etika agama Islam tidak mengarah pada Kapitalisme maupun Sosialisme.
Etika bisnis seseorang harus mencontoh ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa seorang muslim harus mempunyai tauhid yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah swt. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan harus mematuhi semua aturan yang telah ditentukan olehnya. Seorang muslim harus adil dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang muslim yaitu melakukan apa saja dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak melanggar yang telah ditentukan oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga kehalalan barang atau jasa dalam aktivitas bisnis. Seorang muslim harus tanggungjawab yaitu bertanggungjawab dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung jawab atas kebebasan dalam bisnis.










DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. dan Priansa,DJ. (2009). Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: CV Alfabeta.
http://ahmadarkam.wordpress.com/2013/03/16/makalah-konsep-dasar-kewirausahaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan sampaikan komentar anda pada kolom yang tersedia.terimakasih