BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Berwirausaha Syariah
Etika bisnis memegang peranan penting dalam
membentuk pola dan sistem transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang. Sisi
yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah
nilai spiritual, humanisme, kejujuran keseimbangan, dan semangatnya untuk
memuaskan mitra bisnisnya. Nilai-nilai di atas telah melandasi tingkah laku dan
sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai Manajer profesional.
Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-nilai tauhid yang
diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini sebagai
dasar transaksi ekonominya.
1.
Tauhid
Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan
manusia di bumi secara keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang
dalam pengertian absolut, hanya berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain
adalah wadah kebenaran, dan harus memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua
manifestasi duniawi: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. (Fushshilat: 53)
Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan
makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya: Kamu tidak
menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan
nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah
memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.". (Yusuf: 40)
Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep
tauhid merupakan dimensi vertikal Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis
vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan agama dari kehidupan manusia
menjadi suatu kebulatan yang homogen dan konsisten. Tauhid rububiyyah merupakan
keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini adalah memiliki dan dikuasai oleh
Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan darinya dalam menjalankan
kehidupan. Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa
setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik Allah swt. Pelaku
ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola (istikhlaf), dan oleh
karenanya seluruh aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan
ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw.
Dalam meninggalkan praktik riba (usury-interest), transaksi fiktif (gharar),
perjudian dan spekulasi (Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan
tauhid ini.
2. Keseimbangan (Adil)
Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari
suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah
berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Al Mulk:
3-4), Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al-Qamar
: 49).
Keseimbangan atau keharmonisan sosial, tak
bersifat statis dalam pengertian suatu dalih untuk status quo, melainkan suatu
sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan.
Keseimbangan juga harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Sungguh, dalam segala
jenis bisnis yang dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai
standard utama. Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui
prinsip “akad yang saling setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan
memasyarakatkan kontrak mudharobah (100% project financing) atau kontrak
musyarakah (equity participation), karena sistem “Profit and lost sharing
system”.
3. Kehendak Bebas
Salah satu kontribusi Islam yang paling
orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia ‘bebas’. Hanya
Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya
manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan Tuhan meliputi segala kegiatan
manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan manusia juga diberikan oleh
Tuhan.
Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam
ekonomi Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi
adalah halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan
ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan
ekspansi seluas sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan
dengan siapa pun secara lintas agama.
Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran
yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw, termasuk skema kerja sama bisnis
yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar praktek ribawi yang dianut
masyarakat masa itu. Model-model usaha tersebut antara lain, mudharabah,
musyrakah, murabahah, ‘ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-lain.
4. Pertanggungjawaban
Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula
pilar tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus
diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menetukan daya pilih
antara yang baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya: Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS AI-Muddatstsir:3)
Karena keuniversalan sifat al-'adl, maka
setiap individu harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Tak seorang pun dapat
lolos dari konsekuensi perbuatan jahatnya hanya dengan mencari kambing hitam.
Manusia kan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya.Dan tidaklah
seseorang berbuat dosa melainkan mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri, dan
seorang yang berdosa tak akan memikul dosa orang lain... (QS Al-An'am :164).
Bukan itu saja, manusia juga dimintai
pertanggungjawaban atas kejahatan yang berlangsung di sekitarnya. Karena itu,
manusia telah diperingatkan lebih dahulu. Dan peliharalah dirimu dari siksaan
yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antaramu... (QS
Al-Anfal :25).
Wujud dari etika ini adalah terbangunnya
transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang
tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain seperti
dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan
kualitas barang yang dikirim. Di samping itu, beliau pun kerap mengaitkan suatu
proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu,
ia melarang diperjualbelikannya produk-produk tertentu (yang dapat merusak
masyarakat dan lingkungan).
Etika bisnis seseorang harus mencontoh
ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa seorang muslim harus mempunyai tauhid
yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah swt. Karena semua yang ada di dunia
ini adalah milik Allah dan harus mematuhi semua aturan yang telah ditentukan
olehnya. Seorang muslim harus adil dalam segala hal termasuk dalam bidang
ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang muslim yaitu melakukan apa saja
dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak melanggar yang telah ditentukan
oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga kehalalan barang atau jasa dalam
aktivitas bisnis. Seorang muslim harus tanggungjawab yaitu bertanggungjawab
dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung
jawab atas kebebasan dalam bisnis.
B.
Konsep Sukses Rasulullah SAW
1.
Konsep Ihrish ‘Ala Ma Yanfa’uka
Konsep ini memerintahkan kepada seluruh kaum
muslimin untuk tekun dalam menjalankan aktivitas apapun, tekun merupakan kunci
kesuksesan dalamberbagai aktivitas yang ada didunia. Tekun dalam berbisnis
merupakan pembuka pintu-pintu kesuksesan, tentu ketekunan tidak akan diraih
oleh seseorang kecuali terkumpul dalam diri seseorang kesabaran dan kekuatan.
Kesabaran merupakan roda motorik dalam menjawab berbagai rintangan dan cobaan
serta duri-duri berbisnis tetap mengharap pahala allah dan pertolonganNya.
Adapun kekuatan selalu memunculkan semangat berusaha, berfikir dan bertindak
untuk menjalani usaha meski dalam perjalanannya mengalami fruktuatif, berbaik
sangka terhadap keputusan Allah baik dimasa sukses ataupun gagal agar tetap
termotivasi untuk berharap karunia Allah.
2.
Konsep Wasta’in Billah
Memohon kapada Allah atas pertolongan dan
inayahNya merupakan sebab-sebab datangnya kemudahan dan kesuksesan, konsep ini
meniadakan kesombongan seorang pengusaha atas kepiawayan dan keahliannya dalam
bidang usaha.
Dalam konsep ini Rosulullah melarang umatnya
bersikap lemah yang hanya menimbulkan kesungkanan dan kemalasan. Rosulullah pun
menafsirkan arti ta’jizu dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh ahmad dan
tirmidziy dan dishahihkan oleh alhakim yaitu orang yang lemah (al ajizu) adalah
orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan
banyak angan-angan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlaq
masyarakatnya baik. Antara akhlaq dan ekonomi memiliki kererkaitan yang tak
dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlaq yang baik berdampak pada terbangunnya
muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah SAW tidak hanya diutus
untuk menyebarluaskan akhlak semata. Melainkan untuk menyempurnakan akhlak
mulia baik akhlak dalam berucap, maupun dalam tingkah laku.
Agama islam mengandung tiga komponen pokok yang
terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, yaitu: Aqidah
atau Iman, Syariah dan Akhlak. Sistem ekonomi syariah mempunyai paradigma
bahwa, segala sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus didasarkan
pada Al Qur’an dan Hadist atau syariah Islam. Dalam
kegiatan ekonomi, dasar yang digunakan adalah bahwa, sebagai umat Muslim setiap
orang mempunyai kewajiban untuk melakukan semua aktivitas sesuai dengan ajaran
Islam. Filosofi yang diterapkan yaitu bahwa, semua manusia adalah makhluk
Allah, karenanya harus selalu mengabdi kepada-Nya. Semua aktivitas yang
dilakukan termasuk aktivitas ekonomi merupakan ibadah kepada Allah.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali
melandasi hukum-hukumnya. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau
ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi,
bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham
dalam ekonomi Barat merujuk pada kitab Injil (Bible), dan etika
ekonomi Yahudi banyak merujuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi
Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang dimuat dalam Al-Qur’an.
Namun jika etika agama Kristen-Protestan telah melahirkan semangat (spirit)
kapitalisme, maka etika agama Islam tidak mengarah pada Kapitalisme maupun
Sosialisme.
Etika bisnis seseorang harus mencontoh ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa
seorang muslim harus mempunyai tauhid yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah
swt. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan harus mematuhi
semua aturan yang telah ditentukan olehnya. Seorang muslim harus adil dalam
segala hal termasuk dalam bidang ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang
muslim yaitu melakukan apa saja dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak
melanggar yang telah ditentukan oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga
kehalalan barang atau jasa dalam aktivitas bisnis. Seorang muslim harus
tanggungjawab yaitu bertanggungjawab dalam segala hal termasuk dalam bidang
ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung jawab atas kebebasan dalam bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. dan
Priansa,DJ. (2009). Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: CV Alfabeta.
http://ahmadarkam.wordpress.com/2013/03/16/makalah-konsep-dasar-kewirausahaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan komentar anda pada kolom yang tersedia.terimakasih